tidur tanpa mengenakan selembar benang pun sambil berpelukan

Bu Ning sebagai umumnya wanita Jawa setengah baya dan kebetulan belum dikarunia momongan selalu memakai kebaya dan rambutnya disanggul, sehingga penampilan selalu anggun. Bertubuh sekal, pinggul dan pantatnya yang besar, suka tersenyum dan sangat baik.

Malam itu kira-kira jam 19:00 Pak Edy sebagai petugas kantor pos harus lembur malam karena akhir Desember banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sementara saya karena kecapaian setelah menempuh perjalanan panjang tertidur pulas di kamar yang telah disediakan Bu Ning.

Kira-kira jam 11 malam saya terbangun untuk ke kamar kecil yang ada di belakang rumah, dan saya harus melewati ruang tamu. Di ruang tamu saya melihat Bu Ning sedang menonton TV sendirian sambil rebahan di kursi panjang.
“Mau kemana Dik..? Mau keluar maksudnya..?” tanya Bu Ning lagi.
Karena rupanya Bu Ning tidak mengerti, akhirnya saya katakan bahwa saya mau kencing.
“Ohh.., kalau begitu biar Ibu antarkan.” katanya.

Waktu mengantar saya, Bu Ning (mungkin pura-pura) terjatuh dan memegang pundak saya. Dengan sigap saya langsung berbalik dan memeluk Bu Ning, dan rupanya Bu Ning langsung memeluk dan mencium saya, namun saya berpikir bahwa ini hanya tanda terima kasih.

Setelah kencing saya balik ke kamar, namun Bu Ning mengajak saya untuk nonton TV. Posisi Bu Ning sekarang tidak lagi berbaring, namun duduk selonjor sehingga kainnya terangkat ke atas dan kelihatan betisnya yang putih bulat. Sebagai pemuda desa yang masih lugu dalam hal sex, saya tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh, dan hanya menonton sampai acara selesai dan kembali ke kamar untuk tidur lagi.

Pagi-pagi saya bangun menimba air di sumur mengisi bak mandi dan membantu Bu Ning untuk mencuci, sementara Paman dan Tante belum kembali dari Surabaya karena mereka sedang mencari saya disana. Om Edy sudah berangkat lagi ke kantor, tinggal saya dan Bu Ning di rumah. Bu Ning tetap mengenakan sanggul. Beliau tidak berkebaya melainkan memakai daster yang longgar, duduk di atas bangku kecil sambil mencuci. Rupanya Bu Ning tidak memakai CD, sehingga terlihat pahanya yang gempal, dan ketika tahu bahwa saya sedang memperhatikannya, Bu Ning sengaja merenggang pahanya, sehingga kelihatan jelas bukit vaginanya yang ditumbuhi bulu yang cukup lebat, namun hingga selesai mencuci saya masih bersikap biasa.

Setelah mencuci, Bu Ning memasak, saya asyik mendengarkan radio, waktu itu belum ada siaran TV pagi dan siang hari. Siangnya kami makan bersama Om Edy yang memang setiap hari pulang ke rumah untuk makan siang.

Malam harinya Om Edy kembali lembur, dan Bu Ning seperti biasa kembali mengenakan kebaya dan sanggul, sambil nonton TV. Di luar hujan sangat lebat, sehingga membuat kami kedinginan, dan Bu Ning meminta saya untuk mengunci semua pintu dan jendela.

Pada saat saya kembali ke ruang tamu, rupanya Bu Ning tidak kelihatan. Saya menjadi bingung, saya cek apakah dia ada di kamarnya, juga ternyata tidak ada. Saya balik ke kamar saya, ternyata Bu Ning sedang berbaring di kamar saya, dan pura-pura tidur dengan kain yang tersingkap ke atas, sehingga hampir semua pahanya yang putih mulus terlihat jelas.

Saya membangunkan Bu Ning, namun bukannya bangun, malah saya ditarik ke samping ranjang, dipeluk dan bibir saya diciuminya. Karena saya masih bersikap biasa, Bu Ning membuka kebayanya dan meminta saya untuk mencium buah dadanya yang sangat besar dengan puting hitam yang sangat menantang. Saya menuruti dengan perasaan takut, dan ternyata ketakutan saya membuat Bu Ning semakin penasaran dan meminta saya untuk membuka baju dan celana panjang, sehingga tinggal CD, sementara Bu Ning mulai membuka kainnya.

Bu Ning mulai mencium adik kecil saya, dan meminta saya melakukan hal yang sama, dengan mencium vaginanya yang wangi dan merangsang secara bergantian. Sambil mencium vaginanya, tangan saya disuruh meremas buah dadanya yang masih keras dan kadang memilin putingnya yang mulai mengeras, nafas Bu Ning mulai terasa cepat, dan meminta saya untuk membuka CD dan mencium tonjolan daging yang tersembul di mulut vagina. Saya melakukan sesuai perintah Bu Ning, dan ternyata terasa basah di hidung saya karena banyaknya cairan yang keluar dari vagina Bu Ning, sementara Bu Ning mendesis dan mendesah keenakan dan kadang-kadang mengejangkan kakinya.

“Uhh.. ohh.. ahh.. ohh.., terus Dik..!” desahnya tidak menentu.
Meriam saya berdiri tegang dan Bu Ning masih mempermainkan dengan tangannya. Sesekali Bu Ning meminta saya untuk mengulum bibir dan putingnya. Setelah puas dengan permainan cumbu-cumbu kecil ini, Bu Ning kembali ke kamarnya dan saya pun teridur dengan pulasnya.

Pagi-pagi Paman dan Bibi yang rupanya telah kembali dini hari menjemput saya, dan rumah Paman dan rumah Om Edy ternyata bersambungan dan hanya dibatasi sumur yang dipergunakan bersama. Setelah berbasa-basi sebentar, dan Bu Ning katakan bahwa saya sudah dianggap anak sendiri, jadi kalau Paman dan Bibi berpergian, saya bisa tidur di rumah Om Edy. Kebetulan Paman pada saat itu sedang menyelesaikan tugas akhirnya di PTN di kota ML.

Kehidupan hari-hari selanjutnya kami lalui dengan biasa, namun kalau sedang berpapasan di sumur kami selalu senyum penuh arti, dan makin lama membuat saya mulai jatuh cinta kepada Bu Ning, senang melihat penampilannya yang anggun. Sebulan kemudian Paman dan Bibi harus ke Ml, dan saya dititipkan lagi pada Om Edy.

Hari itu adalah hari Jumat. Setelah selesai sarapan, Om Edy pamitan untuk ke BTR karena ada acara dari kantor sampai minggu sore, dan meminta saya untuk menjaga Bu Ning. Setelah Om Edy berangkat, saya dan Bu Ning mulai tugas rutin, yaitu mencuci, dan seperti biasanya Bu Ning selalu mengenakan daster, tanpa CD. Saya diminta Bu Ning agar cukup memakai CD.

Sambil mencuci kami bercengkrama, ciuman bibir dan mengulum putingnya. Saya berdiri menimba air dan Bu Ning jongkok sambil mencium adik kecil saya, atau Bu Ning yang menimba air saya yang jongkok sambil mencium klitorisnya yang sudah mulai mengeluarkan cairan. Ketika kami saling birahi dan sudah mencapai puncak, Bu Ning saya gendong ke kamar. Di ranjang, Bu Ning saya pangku. Sambil mencium leher, samping kuping dan mengulum putingnya (menurutnya kuluman puting cepat membuatnya horny), kemudian Bu Ning mengambil posisi telentang dan meminta saya untuk memasukkan meriam saya yang memang sudah tegang sejak masih berada di sumur.

Karena Bu Ning jarang melakukannya, maka meriam saya perlu dioleskan baby oil agar mudah masuk ke vaginanya yang sudah basah dengan cairan yang beraroma khas wanita. Pahanya dilebarkan, dilipatkan di belakang betis saya, pantatnya yang bahenol bergoyang naik turun. Sambil mencium keningnya, samping kupingnya, mengulum bibirnya, tangan kiri saya mengusap dan kadang menggigit kecil putingnya atau menjilat leher dan dadanya.

“Teruss.. Dikk..! Tekan..! Huh.. hah.. huh.. hahh.. ditekan.. enakk sekali.. Ibu rasanya.. nikmatt.. teruss.., Ibu udah mau nyampen nih.. peluk Ibu yang erat Dikk..!” desahnya mengiringi gerakan kami.
Sementara itu saya merasakan makin kencang jepitan vagina Bu Ning.
“Saya udahh.. mauu.. jugaa.. Bu..! Goyang.. Bu.., goyang..!”
Dan akhir.., pembaca dapat merasakannya sendiri. Akhirnya kami terkulai lemas sambil tidur berpelukan.

Jam 4 sore kami bangun, dan kemudian mandi bersama. Saya meminta Bu Ning menungging, dan saya mengusap pantat dan vaginanya dengan baby oil. Rupanya usapan saya tersebut membuat Bu Ning kembali horny, dan meminta saya untuk memasukkan kembali adik kecil saya dengan posisi menungging. Tangan saya mempermainkan kedua putingnya.
“Teruss.. ohh.. teruss.. yang dalam Dik..! Kok begini Ibu rasa lebih enak..!” katanya.
“Ibu goyang dong..!” pinta saya.

Sambil pantatnya digoyangkan ke kiri dan ke kanan, saya melakukan gerakan tarik dan masuk.
“Oohh.. ahh.. uhh.. nikmat Dikk.. terus..!” desahnya.
Akhirnya Bu Ning minta ke kamar, dan mengganti posisi saya telentang. Bu Ning duduk sambil menghisap putingnya.
“Ohh.. uhh.. nikmat Dikk..!” katanya.
Kadang dia menunduk untuk dapat mencium bibir saya.

“Ibu.. udahh.. mau nyampe lagi Dikk.. uhh.. ahh..!” katanya menjelang puncak kenikmatannya.
Dan akhirnya saya memuntahkan sperma saya, dan kami nikmati orgasme bersama. Hari itu kami lakukan sampai 3 kali, dan Bu Ning benar-benar menikmatinya.

Malamnya kami hanya tidur tanpa mengenakan selembar benang pun sambil berpelukan.

tangan kanan gue mijit en jepit2 putingnya

Waktu itu baru masuk semester baru sekitar bulan Februari gitulah. Pas ari
pertama gue masuk kelas PD perhatian gue langsung tersita ke satu cewek yg duduk
di barisan depan (sekitar 3 baris dari paling depan). Langsung aja insting gue
sebagai cowo keluar, biasalah pengen kenalan hehehehe... Jadi gak sabaran deh
gue, mana kelasnya lama pula (ada kali sekitar 2,5 jem tuh dosen ngasih lecture)
bikin gue makin kayak cacing kepanasan aja. Akhirnya kelar juga tuh lecture, eh
tau2nya tuh cewek cepet banget jalannya, gue sampe ampir ga keburu ngubernya.
Untung aja doi brenti di kantin beli minuman dulu, keliatannya seh udah aus
banget gitu. Langsung aja deh gue cari kursi deket doi en gue pelototin doi dari
jauh aja, dari kepala sampe ke kaki. Tingginya sekitar 175 cm, langsing, rambut
panjang sebahu warnanya auburn, kakinya juga jenjang banget (doi waktu itu pake
rok yg rada mini), tampangnya rada melankolis en kebule2an (mungkin blasteran
juga kayak gue) gitu tapi justru bikin lucu en imut2. Ukuran dadanya sekitar 36B
yg keliatan jelas banget belahannya (doi pake baju model V-neck dada rendah).
Gile, konak juga gue ngeliatnya, apalagi waktu itu kayaknya dia tau gue lagi
merhatiin dia mulu soalnya dia cengar-cengir gitu ke gue. Waduh jantung gue jadi
dag dig dug kagak karuan deh; kenalan gak, yah kenalan gak yah?? Akhirnya gue
beraniin diri nyamperin doi sambil senyum2 ge-er dikit hehehehe..
"Hi, is this seat taken?"(gue pake Inggris dulu sekalian ngetes doi orang mana)
"No, not at all, please have a seat here,"sahut doi sambil mempersilakan gue
duduk. Wah, langsung aja gue duduk dgn manisnya hehehehe..
"Are you at the same class with me in PD subject? Oh, by the way my name is
Jean, Jean-Luc"tanya gue membuka obrolan sambil nyalamin doi.
"Hi Jean-Luc (doi ngelafalinnya Jean-Luc dalam bahasa Inggris bukan 'zyong-lyuc'
kayak bahasa Perancis), I'm Sarah,"ujarnya sambil ngebales salam gue en senyum
manis banget ke gue. Gile gue langsung klepek2 ngeliat senyum doi yg
muanissssssss buangettttttt (apalagi doi punya sepasang lesung pipit di pipinya
yg ngebikin doi makin imut kalo senyum).
"No, no, no, not Jean-Luc, 'zyong-lyuc',"kataku sedikit bernada protes (soalnya
nama gue jarang dilafalion secara bener ama orang2).
"Oh, I'm sorry 'zyong-lyuc', is that right?"tanyanya hati2 sambil tetep kasih
senyumnya yang bikin nge-'fly' itu.
"That's better, much better,"kataku membalas senyuman mautnya.
"So you're Sarah, umm, err, well..I missed the word.."(shit gua jadi grogi gini
gara2 doi kaga ngelepasin pandangan matanya ke gue, bikin gue makin salting
aja).
Doi juga keliatannya menyadari kalo gue ini jadi salting berat, trus sambil
tetep senyum2 doi bilang,"Udah deh pake bahasa Indo aja deh yah, Sarah juga
Indonesian koq."
"Argh..nakal juga nih cewek. Bisa2nya ngerjain gue,"kata gue dalam hati
sementara itu gua sendiri ngerasa udah rada blushing.
"Oh elo orang Indo juga toh? Ngobrol dong dari tadi, nakal juga yah ngerjain
gue."
"Sebenernya Sarah udah tau Jean sejak 2 semester lalu tuh. Tepatnya pas Jean
dateng ke b'day partynya si Ivanka temen Jean itu."
"Hah, jadi elo temennya si Iva juga?"tanya gue sambil coba mengingat2 pesta
waktu dulu.
"Iya, masak si Iva nggak kasih tau Jean tentang Sarah?"tanyanya lagi.
"Wah, sampe sekarang dia belom kasih tau sedikitpun tuh,"dalam hati gue sempet
kesel juga ama si Iva, masak gue kaga dikenalin ama cewe secakep gini.
"Yah, gak papa deh, paling nggak kan sekarang kita udah kenalan langsung, ya
gak?"
"Iya sih."
"Oh ya Jean, Sarah ada kelas 5 menit lagi nih. Sarah musti buru2 nih, abis
gedungnya rada jauhan sih,"katanya sambil ngelirik jam tangan lucu warna biru
muda yg nemplok di lengan kirinya.
"Yah gimana dong, baru aja kenalan masak udah maen cabut aja?"tanyaku gak rela
ngelepasin doi gitu aja.
"Mmm, gini deh Jean ntar malem telpon Sarah aja di apartment yah. Ini nomer
telponnya,"ujarnya sambil ngambil kertas en pulpen dgn sigap dari filenya.
"OK yah, sampe nanti malem OK, jangan lupa telpon Sarah loh. Sekitar jam 8an
yah, abis Sarah mo pergi makan dulu,"katanya sambil ngasih kertas itu ke gue.
"Oh OK deh kalo gitu, ntar malem yah gue telpon,"jawab gue sambil nerima kertas
itu.
"OK then, bye now and take care,"sahutnya sambil melambaikan tangan en kasih
senyum manisnya sekali lagi.
"B-bye.."gue sampe rada gagap gara2 terpesona ama tampangnya yg imut2 itu. Dalam
hati gue udah bersorak aja, YESSSSSSSSSSS!!!!!!!!!!!!!!
Di rumah gue udah senewen aja nungguin jarum jam nyampe angka 8. Rasanya kayak
bertaun2 nungguin. Akhirnya jam 8 pas gua langsung nelpon ke flatnya.
"Hello.."terdengar suara lembut en sedikit manja dari ujung sana.
"Halo, Sarah ya? Ini gue Jean."
"Oh, halo Jean, good evening mate. Udah makan belom kamu? Sarah udah nungguin
telpon kamu dari tadi."
"Lho, katanya kan ditelpon jam 8. Skrg pas kan?"
"Iya sih, kamu kayak jam kukuk aja yah, bisa pas gini hihihihi.."
"Yeeee udah ditelponin malah dikatain jam kukuk."
"Iiih, koq gitu aja marah sih? Sarah takut ah ama kamu,"jawabnya dgn suara yg
manja banget.
"Gak koq say, mana mungkin sih gue marah ama kamu,"kata gue mulai ngerayu.
"Yeee apaan tuh say? Sayur yah? Hihihihihi."
Argh gile, gue dikerjain mulu ama nih cewe, kata gue dalam hati.
"Iya sayur lodeh kali yee.."jawab gue sekenanya aja.
Abis itu kita ngobrol ngalor-ngidul. Tentang doi, segala macemlah pokoknya.
Rupanya dia itu anak bungsu dari 5 bersodara en doi cewe sendiri, gak heran deh
manja gitu. Semua kakak2nya udah kerja en 3 di antaranya udah merit. En rupanya
doi juga blasteran (nyokapnya Chinese, bokapnya Belanda), pantesan aja
tampangnya rada unik gitu. Gak terasa kita udah ngobrol 2 jam, sampe akhirnya..
"Eh Jean besok kamu ada kuliah gak?"
"Ada tuh, kenapa emangnya?"
"Sarah mo ikut kamu, boleh gak? Boleh dong yah?"rayunya dgn suara yg rada manja.
"Boleh, besok pagi gue jemput yah. Sekitar jam 7 pagi gimana? Jadi kita bisa
breakfast dulu di McD,"jawab gue sambil sekalian nanyain alamat flatnya.
"Aciikk, OK deh kalo gitu besok pagi Sarah tungguin kamu yah."
"OK deh. Sampe besok pagi, met bobo yah, sweet dream baby *muach*"
"Bye juga yach *muach*"
Besok paginya jam 7 pas gue udah nyampe di flatnya. Doi hari ini pake baju yg
bener2 bikin napsu gue naek ke ubun2. Doi pake kaos ketat ngatung dipadu ama
celana jeans Levi's yg modelnya 517 ato 817 (lupa deh gue, maklum kaga ikutin
trend). Pentil payudaranya keliatan rada samar2 ngecap di kaosnya, bikin gue
konak aja. Dia taunya nyadar mata gue lagi terfokus di dadanya itu. Dia ngagetin
gue sambil becanda,"HAYO!!!! Nakal yah matanya pake acara jelalatan segala,
hihihihihi." Waduh muka gue udah merah kayak kepiting kali waktu itu, mokal
berat bo!!! Trus doi bilang,"Udah gak papa koq, yuk kita breakfast dulu yah."
Abis ngomong gitu doi langsung peluk tangan gue ngajak jalan. Yah secara gak
langsung payudaranya yang montok itu jelas nyentuh2 lengan gue kalo jalan. Gile
gue udah tambah konak aja, mungkin saat itu 'adik' gua udah powered-up hehehe..
Abis dari McD kita langsung ke kampus, doi langsung buru2 ke kelasnya sambil
kasih gue kiss-bye. Sebelumnya kita udah janjian nelpon (kita masing2 bawa
mobile-phone) kalo salah satu dari kita udah kelar kuliah.
Sekitar 3 jam kemudian mobile gue bunyi, gue tau kalo itu call dari doi.
"Halo, Sarah yah? Gimana udah selese lecturenya?"
"Aduh Jean, Sarah lupa bawa textbook buat kelas berikutnya. Gimana dong
nih?"tanyanya dengan nada cemas.
"Waduh gimana yah, emangnya penting banget yah textbooknya?"
"Iya nih Jean. Duuhhhh..gimana yah?"
"Gini deh, gue anterin kamu ke flat ambil bukunya aja gimana?"
"OK deh kalo gitu, Sarah tunggu kamu di Administration Hall yah?"
"OK, I'll be there in 3 minutes."
"Make it 1 minute, honey,"sahutnya manja.
"Gila, emangnya gue Flash apa?"jawab gue sambil nyengir.
"Hihihihi iya deh, buruan yah say."
"OK."
Pendek kata, kita sekarang udah nyampe di flatnya lagi. Doi buru2 masuk ke
kamarnya ngambil buku. Gue sendiri duduk2 dulu di sofa ruang tamu flatnya sambil
ngeliat pemandangan ke arah city. Keren juga nih flat, kata gue dalam hati.
Tau2nya tanpa gue sadari si Sarah udah berdiri di belakang gue. Tangannya bawa
sebuah buku, sepintas gue liat koq bukunya itu majalah. Langsung aja gua tanya
doi emangnya kuliah pake textbooknya majalah begitu. Doi diem aja sambil senyum2
penuh arti. Gue jadi penasaran, langsung aja gue liat buku apa yg dipegang doi.
Ya ampun, rupanya majalah Penthouse!! Langsung deh insting gue jalan, wah ini
cewe pasti ngomong ketinggalan textbook buat alesan ke flatnya aja nih kayaknya.
Langsung aja gue refleks deketin doi sambil ngebelai rambut doi, doi diem aja.
Gua lanjutin aja meluk doi dari depan, eh doi kaga nolak juga malah tangannya
bales meluk pinggang gue. Ya udeh gue pikir udah lampu ijo nih, sikat bleh!!!
Langsung aja gue cupang lehernya, doi mulai mendesah pelan. Dari leher gue
nanjak ke bibirnya, langsung gue kulum abis dah tuh sexy lips. Tangan gue juga
gak brenti sampe di meluk doang, tapi mulai ngeraba2 payudaranya. Oh my God,
rupanya doi udah gak pake bra lagi, soalnya kerasa banget pentilnya di jari gue.
Sambil gue bikin circular motion di payudaranya, gue lanjutin terus ciuman gue
ke seluruh wajahnya dari dahi, hidung, pipi, bibir, sampe dagunya. Pas sampe di
telinganya doi mengerang rada keras. Wah gue langsung tau deh kalo kupingnya ini
pasti daerah sensitif doi. Gue jilatin en gigit2 lembut kupingnya, gue ngerasa
kalo badan doi mengejang. Tangannya juga mulai maen2in gundukan kecil di pangkal
paha gue. Gile, 'adik' gua mungkin saat itu udah bener2 fully-charged sampe
ngaceng 90 derajat kali hehehehe.. Gak puas sampe di kuping en raba2 pas foto
aja, gue mulai masukin tangan gue ke dalem bajunya. Wow payudaranya bener2
montok punya bo! Mungkin bisa ngepas kali ama telapak tangan gue. Doi mungkin
gak tahan lagi, langsung aja ngelepas kaosnya sendiri abis itu langsung ngelumat
bibir gue dgn bibirnya. Pekerjaan tangannya juga gak brenti, malah mulai ngebuka
kancing jeans ama retsleting gue. Sekarang di depan gue udah keliatan dengan
jelas 2 bukit yg indah banget (mungkin doi rajin fitness jadi keliatannya
kenceng banget). Kontan aja gue langsung nyerang dadanya doi, gue kulum puting
susunya yang sebelah kanan, sementara tangan kanan gue mijit en jepit2 putingnya
yg sebelah kiri. Doi mulai teriak kecil sambil menggeliat keenakan. Mungkin ada
sekitar 5 menitan gue foreplay ama doi, abis itu tangan gue mulai ngeraba ke
CDnya. Gile CDnya udah basah banget rupanya. Tangan gue gue masukin ke CDnya
sambil bikin ngeraba2. Doi makin gak karuan aja nafasnya, erangannya juga makin
kedengeran keras. Gue juga makin menggila aja, langsung aja gue buka CDnya.
Keliatan deh vaginanya yg ditumbuhi bulu2 halus berwarna coklat kemerahan (khas
bule dikit). Gue coba masukin jari gue ke dalem, eh koq rada nyangkut en
keliatannya doi juga rada kesakitan dikit. Penasaran, gue ulangin sekali lagi,
eh gak gua sangka doi malah narik tangan gue keluar dari vaginanya. Yah gue
langsung nangkep kemauannya kalo doi belom siap buat ML. Yah akhirnya kita maen2
aja di luar tanpa ML, padahal napsu gue udah menggebu2 banget tuh.
Mungkin ada sekitar 20 menitan kita exploring each other's body. Sampe gue
sendiri mungkin udah ejakulasi sendiri di dalem gara2 napsu hehehehe.. Gue liat
muka doi yg imut2 melankolis itu ditambah butir2 keringat kecil yang nempel di
dahinya, jadi makin sayang aja gue ama doi. Langsung aja gue tembak di
tempat,"Sarah, gue suka banget ama kamu. Gue mo berikan semua kasih sayang gue
cuman buat kamu. Mmm, boleh gak gue jadi cowo kamu?" To the point banget gue
ngomongnya, cuman yah namanya udah pengen yah gitu aja hehehehe.. Trus doi masih
diem aja sambil mesem2, bikin gue makin penasaran. Trus doi berbisik lembut ke
telinga gue,".........."

semprotkan spermaku ke pantatnya

Cerita ini mulai ketika aku baru lulus SMA. Waktu itu aku baru sibuk - sibuknya
nyari universitas. Maklum kota pelajar, semua orang sibuk kesana kemari cari
sekolahan. Enggak laki enggak perempuan semuanya sibuk ngurus legalisir, ijazah,
formulir pendaftaran dan lain sebagainya. Begitu juga dengan diriku. Aku sudah
berkeputusan untuk kuliah di universitas negeri yang paling terkenal di kota ini
bagaimanapun caranya. Untuk itu aku harus kerja keras supaya lulus UMPETAN,
ujian masuk perguruan tinggi negeri. Salah satu perjuanganku adalah belajar
sambil cari pembimbing yang tahu tentang soal - soal UMPETAN.
Sore itu sewaktu aku bengong di teras rumah nglepasin rasa penat setelah belajar
seharian, Anto datang dengan motor barunya yang bermerek 'ngacir'. "heh,… masuk
- masuk!" kataku mempersilahkan dia masuk ke dalam rumahku. "He…he…, nggak
usah,… aku keburu - buru" jawabnya sambil meringis kayak kuda. "Apaan sih, koq
kesusu gitu? Baru dateng udah mau ngacir lagi !, duduk dulu!" kataku kesel.
"Kesusu kan enak?", katanya mesum, "Kamu udah mandi belon?". "Enak aja, ya belum
no! kayak nggak tau aja kamu!", timpalku. "Udah, cepetan, nggak usah mandi.
Ganti baju sana, trus pake sepatu, kamu ikut aku". "Eh, ada apa ini? Saya tidak
bersalah pak! Bukan saya yang mencuri ayamnya, he.. he.. ngapain to?" tanyaku.
"Aaah, nggak usah banyak tanya, cepetan!!!", katanya sewot. "Iya, iya,… santae
aja", jawabku.
Singkat cerita aku dan antok pergi bareng pake motor ngacirnya. Di tengah
perjalanan aku mulai nggak sabaran. Kutanya si Antok yang sedang konsentrasi
mengendarai motorn. "Eh, mau kemana sih? Kayak cerita detektif aja pake rahasia
- rahasiaan segala!", "Tenang aja, katanya kita mau lulus UMPTN, naah, kamu aku
ajak ke tempat kenalanku. Dia tentor bimbingan belajar 'Pri------'. Sekarang dia
lagi nggak ada jatah ngajar. So,.. kita bisa belajar sama dia to?", jawabnya.
"Huuuu… aku pikir kemana… kalo tau gitu, tadi aku gak mau ikut…. Baru capek nih
otakku, seharian cuma mikir yang namanya sinus sama cosinus itu", kataku ketus.
"Santae aja, ntar disana pasti kamu seger lagi, dijamin deh!", jawabnya. Ya
udah, pikirku. Lagian mau gimana lagi, udah jauh dari rumah juga.
Sepuluh menit kemudian kami sampai di daerah utara kota pelajar tercinta ini.
Daerah ini terkenal sejuk dan tenang, sehingga banyak orang datang ke sini untuk
refreshing dan tentunya pacaran. Akupun dulu sering kesini sama temen cewekku
yang rada sableng itu. Dulu kami sengaja pacaran disini malem - malem, soalnya
sepi dan tentunya bisa sedikit senggol sana senggol sini. Ada seninya sendiri
dating sambil duduk di atas motor. Saking seringnya, kami sampai punya tempat
favorit, tempat yang strategis dimana enggak ada orang yang bisa ngelihat kami
berduaan. Tapi sebaliknya, dari tempat itu kami bisa leluasa ngawasin semua
tingkah laku orang yang datang dan pacaran. Sering kami saling muasin satu sama
lain sambil lihat 'live show'. Aku sering mainin clitorisnya dan dia juga
menggosok lembut si otongku sambil kami berdua ngitip orang gituan dari jarak
yang lumayan dekat. Kami berdua tentunya masih berpakaian lengkap karena takut
kalo tiba - tiba ada orang yang mergokin. Supaya pakaian kami nggak kotor, aku
sering minta dia ngisep si otong sampai klimaks di dalam mulutnya. Mulanya dia
nggak suka, tapi setelah dia coba ngrasain rasa spermaku, dia ketagihan. Cewek
sih enak, kalo klimaks nggak ngeluarin cairan sebanyak cowok sehingga nggak
perlu repot - repot mbersihinnya. Cara dating kayak gini ini yang membuat kami
berdua puas sepuas - puasnya. Saking puasnya, satu kali jam terbang aku bisa
klimaks empat sampai lima kali sedangkan dia bisa sampai belasan bahkan puluhan
kali, gila nggak?
Memori ku buyar karena tiba - tiba Anto membelokkan motornya ke arah sebuah
rumah yang lumayan besar. Tidak terlalu mewah, bertingkat dua, dan terawat rapi.
Aku nggak sadar kalo kami berdua udah sampai di dalam halaman rumah. "Sebentar
ya?", kata Antok. Setelah kami turun dari motor Antok masuk ke dalam rumah itu
sementara aku ditinggal sendirian di halaman depan kayak orang blo'on.
Bagus juga pemandangannya. Waktu itu kira - kira sudah pukul setengah enam sore,
matahari yang sedang terbenam kelihatan jelas dan bagus sekali. Rumah yang enak,
pikirku. Tenang, sejuk, jauh dari keramaian, kanan kirinya cuma sawah. Tetangga
kiri kanan jaraknya jauh - jauh. "Hey, ngelamun!! Ntar kemasukan setan baru tahu
rasa kamu!!", gertak si Antok yang rupanya sudah muncul lagi. "Heh? Udah? Enak
ya ninggalin orang!", jawabku. "Gitu aja marah!! Ayo masuk, aku kenalin sama
mbak Lina", katanya sambil meringis mamerin giginya. "Mbak Lina? Tentornya cewek
to? Aku kirain cowok !!", jawabku. "Hey.. ayo masuk…. Kok masih di luar sih???
Masuk… masuk !" rupanya mbak Lina, kenalan Antok sudah membukakan pintu kamar
tamunya. Manis juga, pikirku. Kulitnya putih langsat, tinggi, lebih tinggi
sedikit dari si Antok. Kira - kira sekitar 163 cm. Wajahnya oval dengan hidung
yang mancung. Yang paling menggairahkan adalah bibirnya. Kecil merah merekah.
Rambutnya hitam sebatas bahu. Badannya lumayan bagus, agak kurus tapi montok,
terutama bagian pantat dan dadanya. Ia mengenakan rok putih pendek dan baju yang
longgar. Kakinya putih mulus. Dari bajunya yang semi transparan itu bisa
terlihat Bhnya yang ketat. BH yang dipakainya adalah model BH yang tanpa
gantungan lengan, jadi hanya dilingkarkan ke belakang. Aku nggak tahu model apa
namanya tapi yang jelas sexy sekali. Kata si Antok mbak Lina ini baru brumur 24
tahun. Masih muda juga, pikirku.
Tanpa disuruh dua kali kami pun bergegas masuk. "Kenalin Di, ini mbak Lina,
kenalanku… dia jago lho", katanya sambil tersenyum aneh. "Andi", kataku
memperkenalkan diri sambil berusaha memberikan senyum seramah mungkin. "Lina",
sahutnya. Tangan mbak Lina bener - bener halus. Pikiranku mulai ngeres mbayangin
gimana kalau tangan sehalus itu membelai si Otong. "Temen SMAnya Antok ya?",
tanyanya membuyarkan pikiranku."Eh, enggak kok mbak, kami ketemu waktu dia jadi
kuli angkut di pasar.", kataku sambil berusaha bergurau. Pok! Tangan si Antok
mendarat di kepalaku "Enak aja! Yang kuli itu kamu!", katanya sewot."He..he…..",
aku cengengesan. "Udah, udah… ayo duduk dulu", kata mbak Lina sambil tertawa.
Kamipun duduk di kursi kamar tamunya yang mewah. "rumah sendiri mbak?", tanyaku
berbasa basi. "Oh, enggak… kontrakan. Sewa rumah bareng sama temen - temen.
Lebih nyaman kalo ngontrak rumah", katanya. "Koq sepi mbak?",tanyaku lagi. "Iya,
pada ngajar di 'pri------. Ya ginilah keadaannya, pada gantian jaga rumah.
Paling - paling mereka pulang jam sembilan nanti, Eh, Sebentar ya, mbak buatin
minum dulu.". Sekejab kemudian mbak Lina masuk ke dalam.
"Eh,… Di, aku pergi rokok sebentar ya? Kamu di sini dulu, paling cuma lima belas
menit aku perginya", kata Antok tiba - tiba. "Tadi enggak sekalian beli di
jalan?!", kataku. "Lupa !, sebentar ya?", katanya ngeloyor pergi. Sebentar
katanya,… aku tau kalo perginya bakalan lama, soalnya si Antok itu perokok yang
fanatik sama merek Marlboro. Kalo enggak merek itu dia nggak mau. Dan merek itu
biasanya cuma dijual di toko - toko besar kayak supermarket. Lagipula selama
perjalanan kesini nggak kulihat supermarket, so pasti perginya lama sekali.
Sayup - sayup kudengar motor Antok pergi meninggalkan aku sendirian. Ah,
persetan,…. Pergi aja yang lama, biar aku bebas omong - omong ama mbak Lina,
pikirku.
"Lho, mana Antok?", tanya mbak Lina yang tiba - tiba muncul sambil membawa dua
gelas Ice tea alias es teh. "Pergi mbak, pergi rokok", jawabku singkat. "Ya
udah,…. Ayo diminum dulu..", jawab mbak Lina "Adanya cuma itu, nggak papa kan?".
"Ma kasih mbak….. benernya pengen susu sih, tapi…. Nggak papa deh..", jawabku
setengah bercanda setengah mesum. "Dasar..", sahut mbak Lina sambil tersenyum
manis. Mbak Lina duduk berseberangan denganku. Waktu dia duduk kaget juga aku
karena dia ternyata nggak pake cd. Ini bisa kulihat karena mbak Lina duduknya
nggak rapi. Kakinya yang mulus itu agak membuka. Dari tempat aku duduk memang
enggak begitu jelas tapi aku yakin kalo dia nggak pake cd karena di dalam rok
itu jelas nggak kulihat sepotong kainpun. Sambil minum aku terus mandangin
bagian bawah mbak Lina. Sepertinya mbak Lina enggak menyadari hal ini karena
pandangan mataku agak ketutup gelas yang aku pegang. Tau kalo ada barang bagus
si otong mulai bertingkah. Si otong mulai bangun, ini membuat aku salah tingkah
berusaha nyembunyikan sikap si otong. "Kamu enggak ngerokok, Di?", tanya mbak
Lina mengagetkanku."Eng… Enggak mbak..",jawabku terbata - bata."Mbak Lina enggak
ngerokok?", tanyaku balik. "Eh,… enggak, mbak lebih suka nyedot cerutu",
jawabnya agak nakal. Celaka, kali ini si otong bener - bener nggak bisa diajak
tenang lagi, si otong spontan nyembul di balik celanaku. Sundulannya di balik
celanaku membuatku kaget. "Eh,… mbak… bisa pinjem kamar mandinya", tanyaku agak
panik. Kelihatannya mbak Lina sempat lihat nyembulnya si otong ini. Kelihatannya
ia agak kaget juga. "Bisa,… masuk aja…. Sepi koq, nggak ada siapa - siapa. Kamu
jalan terus aja, ntar kamar mandinya di sebelah kiri." Jawab mbak Lina. Sambil
berusaha menutupi si Otong demi menjaga sopan santun, aku bergegas menuju kamar
mandi guna mengatur letak si otong. Kamar mandinya luas juga. Lengkap dan mewah
perbotannya. Di pojok kanan ada bathtub ukuran sedang, di sebelahnya ada shower,
dan laen sebagainya yang semuanya serba putih bersih. Segera kututup pintu kamar
mandinya. Bergegas aku membuka kancing celanaku dan meraih si otong. Si otong
kali ini memang bener - bener bandel. Si panjang gemuk itu sudah keras sekali
rasanya, udah minta dikocok kayaknya. Belum sempat aku mbenerin si otong tiba -
tiba pintu kamar mandi dibuka. Celaka, aku rupanya lupa mengunci pintunya. Rasa
panikku hilang berganti rasa deg - degan waktu orang yang nongol dari balik
pintu itu adalah mbak Lina. Si otong langsung berdenyut - denyut melihat situasi
yang terjadi, ia tahu peristiwa apa yang akan terjadi selanjutnya. Kini sengaja
tidak kututup celanaku sehingga mbak Lina bisa melihat dengan jelas si otong.
"Eh,.. sorry, mbak cuma mau nganterin sabun….", kata - kata mbak Lina terhenti.
Mulutnya ternganga dan matanya melotot melihat si otong. Agak lama juga kami
berdua terpaku. Lalu perlahan - lahan tanganku mulai mengocok si Otong dengan
pelan. Mbak Lina tetap diam sambil merhatiin apa yang aku lakuin. "Tolong dong
sekalian sabunin si otong, mbak…..", ajak ku berharap. Mbak Lina kelihatan ragu.
Kuhampirinya dengan pelan. Kutarik tangannya dan kutuntun ke otongku.
Dipegangnya si otong dengan ragu ragu. Kemudian dengan lembut ia mulai mengocok
si otong turun naik. Kesampaian juga fantasiku untuk dikocok tangan halus itu.
"Enak Di?", tanyanya lirih penuh nafsu. "Ahh…" enak sekali mbak….uh…". tanpa
disuruh tanganku mulai merengkuh payudaranya yang sintal. "Ssshh.., ahh…jangan…
" mbak Lina merintih keenakan. Tak kuhiraukan omongannya, tanganku mulai merogoh
payudaranya. Mbak Lina mulai terangsang tangannya mulai mempercepat ritme
gosokannya. Segera tanganku mencopoti kancing baju dan BH nya. Segera setelah
baju dan BH nya jatuh ke lantai, payudara mbak Lina dapat terlihat dengan jelas.
Padat sekali dan berwarna putih mulus dengan puting susu yang berwarna pink.
Putting susu itu membusung kedepan memperlihatkan lancipnya payudara mbak Lina.
Langsung kuremas payudara kirinya sementara tangan kananku memilin - milin dan
menarik putting susu kanannya. "Ah……" mbak Lina semakin merintih keenakan.
Kudekatkan kepalaku ke dadanya, ku hisap - hisap puting kanannya. Mbak Lina
semakin menggelinjang. Tangan kananku mulai bergerak turun, mengelus - elus
perutnya yang padat. Mbak Lina semakin terangsang dengan cepat ia melorotkan
celana jeans dan cd ku. Si Otong langsung menyembul keluar memperlihatkan
seluruh bentuknya. Mata mbak Lina tak lepas - lepasnya dari si Otong. Tangannya
mulai membelai buah pelirku dengan ganas semantara tangannya yang lain semakin
keras mengocok si otong.
Nikmat sekali rasanya gesekan tangannya dengan si otong. Rasa enaknya sampai ke
seluruh urat sarafku sehingga tanpa kusadari badanku mulai bergetar keenakan.
Kedua tanganku segera bergerak menjelajah ke bagian memek mbak Lina. Dengan satu
tangan ku angkat roknya sedangkan tanganku yang lain mulai menelusur lebih dalam
lagi. Ternyata memang betul mbak Lina tidak memakai cd, dengan mudahnya dapat
kutemukan clitoris di belahan memeknya. Mbak Lina rupanya telah mencukur habis
jembutnya karena tanganku tidak menemukan sepotong rambutpun di sana dan aku
merasa memeknya licin dan bersih. Memek model begini yang membuat aku terangsang
hebat. Kubuka belahan memeknya. "Ah…...enaaak… " mbak Lina mengejang keenakan
begitu ku gosok dengan lembut clitorisnya. Kuputar - putar clitorisnya dengan
ibujariku sementara jari tengahku mulai masuk ke liang senggamanya yang sudah
basah kuyup. Tiba -tiba mbak Lina menarikku tanganku, tanpa sempat aku berkata
apa - apa ia membungkuk dan dengan ganas otongku dimasukkan ke dalam mulutnya.
Sedotannya terasa enak sekali. Lidah mbak Lina yang bermain - main di bagian
sensitifku sementara mulutnya yang menghisap maju mundur membuatku kesetanan.
Tanganku meremas - remas payudara dan pantatnya dengan kuat, lebih kuat dari
sedotannya. "mmmmmmm…..", mbak Lina mengeluh keenakan. Beberapa detik kemudian
rasa enak itu tak dapat kutahan lagi. "Ahhh… mbak, aku mau klimaks nih….uh…..".
Mbak Lina tak menyahut, hanya mempercepat gerakan mulut dan lidahnya. Tak dapat
kutahan lagi, spermaku keluar dengan derasnya. Begitu banyaknya yang keluar
sampai - sampai spermaku menetes keluar dari mulutnya. Setelah 6 sampai 7 kali
semprotan, aku pun lemas keenakan. Mbak Lina tau kalau aku sudah puas, ia mulai
mengendorkan sedotannya, lalu kemudian melepaskan si otong dari mulutnya. Mbak
Lina tersenyum nakal, rupanya ia telah menelan semua spermaku, sedangkan tetesan
sperma yang sempat lolos dari mulutnya menetes ke payudaranya.
Walaupun telah mencapai klimaks, si otong tetap nggak mau kendur juga. Tau
keadaan si Otong yang seakan menantang, Mbak Lina yang belum terpuaskan segera
kembali beraksi. Dibelakanginya aku. Ia membungkuk, di lorotkannya rok putih itu
sambil memamerkan memeknya dari belakang. Gila, bagus bener bentuknya, pikirku.
Memek yang bersih licin itu berwarna merah jambu. Karena tak ada sehelai
rambutpun yang menutupinya, dengan jelas dapat kulihat setiap lekuk memeknya.
Memek yang basah kuyup dengan bibir yang merekah itu menantangku. Tak boleh
kulewatkan kesempatan untuk ngerasain memek cewek ini. Kuremas memeknya dari
belakang, kugesek clitorisnya dengan semua jari - jariku. Kugosok - gosok
clitorisnya dengan cepat. "sssss… cepetan Di,… cepet masukin kontolmu… aku udah
gak tahan….. ssss", mbak Lina memohon. Lalu dengan jari telunjuk dan jari tengah
kubuka bibir memeknya. Si otong tanpa basa basi langsung kuhujamkan keliang
vaginanya yang sudah terbuka. "Ahhh…", mbak Lina merintih keenakan karena si
otong bener - bener menuh - menuhin memeknya dari dalam. Dengan beberapa kali
desakan, si otong kudorong mentok ke liang rahimnya. Memek mbak Lina bener -
bener seret rasanya. Enak sekali ngerasain memek yang seret anget basah itu.
Kali ini kugerakkan pinggangku maju mundur secara kuat, mbak Lina tampaknya
menyukainya. "terusss… ahh…. Lebih cepat… lebih cepat…. Ahhh…." Tangan kiri mbak
Lina mulai menggesek - gesek clitorisnya sendiri menggantikan tanganku.
Kupercepat gerakan ku sampai sampai terdengar bunyi gesekan si otong dengan
memek mbak Lina. Kupegang pinggang mbak Lina dengan kedua tanganku untuk
membantu si Otong keluar masuk. Mbak Lina juga tak mau tinggal diam, ia memutar
- mutar pinggulnya dengan kencang. Tak lama kemudian mbak Lina mulai
menggelinjang, menggelepar - gelepar sambil merintih keenakan. Tak sampai lima
detik kemudian tubuhnya menegang. Sambil berteriak keenakan mbak Lina mencapai
klimaks. Kurasakan denyutan memeknya memijat - mijat si otong dengan kerasnya.
Keadaan ini membuat si otong muntah untuk kedua kalinya. Kami berdua merintih
keenakan. …
Sedetik kemudian kami colapse di lantai porselen putih kamar mandi itu. Kami
berdua terengah - engah, mengatur nafas yang mungkin terlupakan sewaktu kami
berdua asik tadi. Kupeluk mbak Lina dari belakang. Kudekatkan bibirku
ketelinganya. "Makasih ya mbak", bisikku dengan agak parau. "Ah, mbak yang
terima kasih",jawabnya sambil tersenyum manis sekali. Kuciumi tengkuknya dengan
lembut, lalu perlahan - lahan kujilati kupingnya sambil merintih untuk memancing
mbak Lina kembali. Si Otong masih tetap ngaceng, mau minta lagi. Ku tempelkan si
otong ke pantatnya, perlahan kugesek - gesekkan. Tanganku mulai beraksi lagi.
Kujelajahi memeknya yang kian basah. Spermaku meleleh keluar dari memeknya dan
membasahi pahanya. Kumainkan cairan putih itu. Clitorisnya yang mulai lemas
kembali menegang. Tanganku mulai naik ke atas, meremas - remas payudaranya yang
padat. Mula - mula lembut kemudian mengeras dan mengeras. Mbak Lina merintih
keenakan. Pantatnya yang sintal mulai digosok - gosokkan ke belakang sehingga
menyentuh si otong. Tak tahan lagi kumasukkan si otong ke memeknya dari
belakang. Kutindih tubuh mbak Lina. Mbak lina yang dalam posisi telungkup dan
berada di bawah tak bisa berbuat banyak. Di rentangkannya kakinya yang mulus dan
jenjang itu untuk mempermudah si otong masuk. Dengan tangan yang terus meremas -
remas dan memilin - milin payudara serta putingnya itu aku memompa mbak Lina
dengan sangat bernafsu. "Oh… enak sekali Di, mbak seneng sama posisi
ini….",katanya tersengal - sengal. Kuciumi tengkuknya dengan ganas. Mbak Lina
hanya bisa menggelepar keenakan. Tak lama kemudian mbak Lina klimaks untuk kedua
kalinya. Tanpa memperdulikan mbak Lina yang terus mengejang kupercepat ayunan si
otong. Bunyi yang dihasilkan dari kecepatan dan basahnya memek mbak Lina
membuatku makin bernafsu. Lama sekali mbak Lina mengejang keenakan sampai
akhirnya aku keluar juga. Kali iniku semprotkan spermaku ke pantatnya. Karena
udah tiga kali aku klimaks, air maniku tak sebanyak semprotan yang pertama dan
kedua, tapi cukuplah untuk membasahi pantat mbak lina yang merangsang itu.
Akhirnya aku colapse lagi di atas mbak Lina.
"Gila, mbak sampai lima kali berturut - turut lho Di…", kata mbak Lina manja.
"Hah…? Lima kali berturut - turut ? Gila…. Pasti enak bener rasanya…", sahutku
dengan iri. Mbak Lina cuma tertawa manja. "Makasih ya Di….. udah bikin mbak
keenakan…. Sampai enam kali lho…..",kata mbak Lina sambil membalikkan tubuhnya.
Aku pun bangun dan hanya tersenyum saja. He… he…. Ini belum seberapa, aku bisa
buat mbak berpuluh - puluh kali klimaks, batinku.
Singkatnya setelah beres - beres sebentar kami menuju ke ruang tamu, ngobrol
sebentar sambil nungguin Antok datang. Lima menit kemudian Antok datang sambil
cenngar - cengir, "Gimana? Mbak Lina jagoan kan?", tanyanya menyindir. "Rupanya
kamu tau juga ya?", tanyaku memancing.
Kami bertiga tertawa penuh arti malam itu…….